Gempa dan tsunami Donggala dan Palu Sulawesi Tengah memang manjadi sebuah bencana kemanusiaan. Betapa tidak, akibat gempa dan tsunami tersebut, banyak sekali korban yang sudah diidentifikasi meninggal dan luka-luka.
Sumber: penanegeri.com |
Dalam sebuah metode peringatan dini keberadaan tsunami di sebuah negara, ada sebuah sistem yang akan memberikan informasi dini kepada masyarakat terkait potensi tsunami akibat gempa, termasuk di Indonesia.
Sebuah sistem perangkat yang terpasang memang dirancang khusus perihal informasi peringatan dini ini agar dapat meminimalisir adanya korban yang ditimbulkannya. Hal itu berkacamata dari kejadian memilukan gempa dan tsunami di Aceh yang memakan korban jiwa kurang lebih 160 ribu jiwa meninggal dunia. Bencana tersebut terjadi pada tahun 2004 di Aceh dan Sumatera Utara.
Baca juga: Fakta Gempa Donggala secara Ilmiah dan Total Jumlah Korbannya
Ketika itu, gempa bumi berkekuatan 9,1 skala Richter yang berpusat di Simeuleu menyebabkan gelombang tsunami hebat sampai ke Samudera Hindia. Lebih 230.000 orang tewas di seluruh dunia, di Aceh dan Sumatera Utara saja korban tewas mencapai lebih 160.000 orang.
Yang menjadi pertanyaan, apakah sistem peringatan dini di Indonesia, khususnya di Palu bekerja dengan baik, mengingat masih banyaknya korban jiwa yang meninggal dunia akibat tsunami di Sulawesi Tengah ini?
Kita tahu, bahwa sistem peringatan dini tsunami di Indonesia dibuat setelah bencana besar di Aceh dan Sumatera Utara tahun 2004 dengan bantuan dana dan tenaga ahli dari Jerman, lebih tepatnya Pusat Geologi dekat Berlin, Geoforschungszentrums (GFZ) Potsdam.
Menanggapi pertanyaan apakah alat tersebut masih berfungsi secara maksimal?
Seperti dilansir detik.com, jurubicara GFZ Josef Zens menegaskan, bahwa sistem beserta piranti lunak peringatan dini tsunami di Indonesia masih berfungsi dengan baik.
Josef menjelaskan pula, bahwa pusat pemantauan sistem peringatan dini tsunami di Jakarta akan mengeluarkan peringatan bahaya tsunami lima menit setelah terjadi gempa di Sulawesi Tengah. Simulasi komputer akan memberikan informasi ada ancaman gelombang tsunami dengan ketinggian 0,5 sampai 3 meter. 20 menit setelah gempa, gelombang besar itu mencapai daerah pesisir Sulawesi.
Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa banyak orang di Palu Sulawei Tengah mengatakan tidak tahu tentang adanya peringatan tsunami?
Jika dirunut dengan seksama, ketidak tahuan masyakarat kemungkinan karena ada sesuatu yang tidak berfungsi dalam penyampaian informasi kepada masyarakat setempat.
Josef Zens juga menilai, bahwa informasi penyampaian penarikan peringatan dini tsunami yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kepada masyarakat terlalu dini, hanya 37 menit setelah peringatan pertama dikeluarkan. Pasahal, sistem yang dibuat dalam peralatan tersebut di desain akan mengatur bahwa peringatan tsunami paling cepat baru bisa dibatalkan setelah dua jam.
Secara sederhana, kinerja alat tersebut adalah, semua data-data yang diterima dari lokasi gempa harus diolah oleh komputer, kemudian dibuat sebuah protototype model simulasi untuk diambil sebuah kesimpulan, apakah memang ada ancaman gelombang tsunami akibat gempa, dan lokasi mana saja yang akan teedampak (terancam). Semua proses tersebut akan berlangsung selama 4-5 menit. Waktu itulah untuk memungkinkan alat menggambarman simulasi real kepada petugas.