Nulisku Sastra Karya Sastra, Tak Seperti Dulu Lagi

Karya Sastra, Tak Seperti Dulu Lagi

Karya Sastra, Tak Seperti Dulu Lagi

Dulu ketika masih mondok kita satu harapan.
Kita satu tujuan.

Harapan kita sama sama mendapat ridho guru.
Tujuan kitapun sama mendapat ilmu yang bermanfaat.
Kita sama sekali belum faham apa itu prinsip hidup.
Kita juga belum faham siapa jati diri kita yang sebenarnya.
Belum menemukan selera yang serasa.

Begitupun masa sekolah.
Kita sama sama fokus hafalin SEJARAH, BIOGRAFI, SOSIOLOGI, KIMIA, FISIKA, BIOLOGI,  SENI BUDAYA, MTMK.
kita semua fokus pada prestasi.
Pada masa seperti demikian kita belum mengerti isme isme dengan segala macam doktrin juga dogmanya.
Kita juga belum mengerti sasi sasi dengan segala macam visi dan misinya.

Dulu kita dekat.
Makan bersama seadanya walau beralas daun pisang atau plastik bekas.
Dulu kita selalu bersama.
Tidur bersama walau berselimut sarung, itupun rebutan.

Kini dewasalah kita. Kita mulai punya keinginan masing masing.
Kita mulai berpencar.
Ada yang hanya kembali mondok.
Ada pula yang mondok sambil kuliyah.

Pencariab rasa dan jati diri dimulai.

Cinta yang dulu tabu ternyaya mewarnai hidup kita.
Sebab sewaktu mondok pCaran dilarang keras.

Dalam pencarian itu, kita mulai faham benar apa itu isme isme dan sasi sasi ddngan segala macam dogma doktrin beserta visi misinya.
Kita mulai punya prinsip hidup sendiri.
Mengenal dekat siapa jati diri kita.

Kita pun punya idola masing masing bahkan dijadikan panutan.
Ada yang mengidolakan gusdur, gus nuril, cak nun, gus mus, habib riziq, habib bahar, habib syekh, bahkan sampai tokoh tokoh barat seperti nietzcshe, imanuel kant, hegel dll.

Kalau dulu doktrin kita sama.
Mencari ridho guru.
Sekarang ?…
Kita punya doktrin yang berbeda. Bahkan denga  doktrin yang kita pegang juga siapa tokoh yg kita hadikan panutan, kita tak seperti dulu lagi..

Kita mulai berpecah belah.
Mulai punya misi dan visi masing masing.

Kalau dulu kita bareng riang msnghafal tasrif (FA’ALA FA’ALAA FA’ALUU FA’ALAT FA’ALATAA FA’ALNA FA’ALTA FA’ATUMA FA’ALTUM FA’ALTI FA’ALTUMAA FA’ALTUNNA FA’ALTU FA’ALNAA)
Sekarang ?…
Kita sibuk menghapal hujjah dalil untuk saling menjatuh kalahkan satu sama lain demi kepentingan pribadi atau kelompok .

Kalau dulu kita sama sama riang menghafal lagu (indonesia tanah air beta….)

Sekarang ?…
Kita sibuk menyanyi teriakan yel yel mars dari kubu masing masing.

Kalau dulu kita satu barisan.
Sdkarang kita bersebrangan.
 Kalau dulu kita saling hina ejek dengan manggil nama ortu, itupun sudah latah.
Lha sekarang ?…
Kita teriak kafiiir, bid’ah, ahli neraka, musyrik.

Padahal bukan seperfi itu yg kita harapkan dulu.
Dunia semakin sempit.
Tak ada damai dan tentram.
Namun kalau melihat suasana hati dan pikiran.
Saya kira surga dan neraka tak perlu djnanti nanti.

Tapi apa boleh buat.
Kadang kita didesak oleh situasi dan kondisi untuk berubah menjadi serigala berAgam, berubah menjadi monster berTuhan, beribah menjadi penjahat yg bisa menangis.

Kita tak seperti dulu lagi

Jambi muara bulian 04 oktober 2018

3 Likes

Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *