Pendidikan di Jepang – Pendidikan anak usia dini terbagi dalam dua bentuk, hoikuen atau yang biasa disebut penitipan anak dan youichien atau taman kanak-kanak. Di Jepang, suster atau babysitter bukanlah hal umum. Umumnya mereka mendidik sendiri putera-puterinya atau menitipkannya pada hoikuen, jika si ibu adalah wanita karier yang bekerja di luar rumah.
Apa pun pilihan si ibu, anak diajari menjadi mandiri. Dimulai dari kebiasaan mendidik anak supaya bisa makan sendiri sampai usia dua tahun. Tidak heran jika si ibu sangat kreatif meracik makanan untuk anak. Misalnya nasi yang dibentuk bola-bola kecil hingga memudahkan anak untuk memakannya dengan sendok atau sumpit, sayuran dan lauk yang diiris kecil-kecil, ditambah alat makan lucu yang merangsang ketertarikan anak.
Di hoikuen, anak-anak yang ibunya adalah pekerja dititipkan mulai dari pukul 7 pagi hingga pukul 7 malam. Segala aktivitas dilakukan bersama-sama, seperti makan, tidur dan bermain. Mereka dididik untuk merapikan sendiri alat-alat makannya, membereskan mainannya, lalu menggelar sendiri alas tidurnya, dan tidur tanpa harus digendong atau dibujuk.
Kualitas Sekolah Dasar yang Sama di Tiap Wilayah, Memudahkan Anak untuk Pergi dan Pulang Sekolah Sendiri
Pulang Sekolah Sendir
Salah satu kebaikan sistem pendidikan anak di Jepang adalah, lokasi sekolah dasar ditentukan dari lokasi tinggal. Semua sekolah dasar umumnya adalah sekolah negeri yang menggratiskan seluruh biayanya. Di samping itu, semua sekolah dasar memiliki kualitas yang sama sehingga tidak berlaku sekolah favorit. Dengan begitu, orang tua pun tidak perlu pilih-pilih sekolah. Kondisi ini tentu membuat anak lebih mudah dididik untuk pergi dan pulang sekolah sendiri tanpa perlu diantar atau dijemput.
Fokus Pendidikan Menitikberatkan Pada Moral dan Tanggung Jawab
Sifat Bertanggung Jawab
Moral menjadi pondasi yang ditanamkan pada seluruh aspek pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya satu mata pelajaran khusus tentang moral. Ini dikarenakan moral selalu menjadi nilai utama yang ditekankan untuk seluruh mata pelajaran.
Jangan heran jika di sekolah usia dini, anak tidak diajarkan membaca atau menulis. Aktivitas anak yang sering dilakukan adalah menyanyi, bermain, mendengarkan sensei bercerita, berolahraga, dan belajar bertanggung jawab pada dirinya.
Di samping itu, anak-anak juga diajari menghargai seni dan keindahan. Tidak ada sistem rewards maupun punishment sehingga anak tidak terjebak pada kompetisi yang melahirkan kebencian. Ini berbeda dengan sistem pendidikan anak di Indonesia yang lebih menghargai prestasi akademik.
Kebijakan sekolah di Jepang pun tidak memberlakukan perihal tidak naik kelas dan setiap anak yang berada di kelas yang sama sudah dipastikan sebaya atau seumuran.
Melatih Kepekaan dan Kreativitas Anak
Melatih Kretifitas
Target pendidikan di Jepang, salah satunya adalah mengembangkan rasa ingin tahu. Mereka dilatih untuk peka pada lingkungan serta memiliki minat pada benda di alam maupun buatan manusia. Khususnya pada anak usia dini, anak-anak diajari untuk menumbuhkan kreativitasnya dengan membebaskan mereka menggambar, menyanyikan lagu, menciptakan ritme sederhana, serta mengekspresikan imajinasi dengan gerakan atau kata-kata. Ini bisa dilihat pada dinding-dinding sekolah yang dipenuhi karya anak-anak.
Tidak hanya itu, di sekolah dasar pun anak banyak diajari keterampilan rumah tangga, seperti memasak, menjahit bahkan keterampilan menggunakan perkakas. Dengan sistem pendidikan anak yang demikian, tidak heran jika Jepang tumbuh pesat sebagai negara yang penduduknya sangat mandiri dan menghargai etos kerja. Kebiasaan yang ditanamkan menghindari seseorang tumbuh menjadi pribadi malas yang tidak punya tanggung jawab.