Di pertanyaan itu, aku sudah bahas kalau kaca baru terdekomposisi setelah 1 juta tahun. Jika dibandingkan secara langsung, itu artinya kaca lebih sulit didekomposisi dibandingkan plastik yang waktu dekomposisi di alamnya hanya 450 tahun.
Jadi, apa ini berarti kaca memberikan dampak yang lebih buruk ke lingkungan jika dibandingkan plastik? Whops.. Tunggu dulu, jangan terlalu dini menyimpulkan. Mari kita bandingkan beberapa sifat kedua limbah ini.
Pertama-tama dari sisi produksinya, kaca diproduksi dari pasir yang dapat segera digunakan. Artinya bukan merupakan bahan turunan industri. Ini artinya proses produksinya lebih ramah lingkugan karena tidak melibatkan industri primer lain. Tetapi kaca memerlukan banyak energi untuk tanur pelelahannya, jadi konsumsi energinya cukup tinggi, namun ini mungkin dapat diatasi dengan energi listrik yang bisa dihasilkan dari nuklir.
Kemudian dari penggunaanya, kaca memiliki struktur yang kokoh/kuat, sehingga botol kaca biasanya digunakan kembali sebagai wadah untuk makanan, cairan, bumbu ataupun sebagai vas bunga. Pengalihan fungsi kaca ini berdampak besar terhadap pengurangan limbah kaca di alam.
Limbah Plastik vs Kaca. Mana yg Lebih Merusak Lingkungan?
Kaca memang tidak mudah teruraikan di alam karena sifat innert-nya, tetapi itu juga sisi positifnya berarti kaca tidak akan mencemari lingkungan. Kaca disusun oleh kristal silika yang ketika terpecah di alam sekalipun tidak akan terurai dan membentuk molekul atau senyawa kimia baru yang berbahaya bagi lingkungan.
Ketika kaca dibuang ke lingkungan ia hanya makan tempat saja, tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan secara kimiawi.
Kelebihan lainnya ialah perspektif masyarakat mengenai kaca sudah sangat dewasa, masyarakat sudah terbiasa memisahkan antara limbah kaca dari limbah lainnya. Ini membantu daur ulang kaca lebih mudah. Di Eropa tingkat daur ulang kaca sudah mencapai 90%.
Plastik cenderung memiliki bentuk yang tidak kokoh, sehingga akan mudah rusak, sobek ataupun penyok. Tampilan dari plastik juga tidak elegan, sehingga kebanyakan dari wadah plastik sisa produk akan dibuang, tidak digunakan kembali dengan fungsi lain.
Di alam, plastik dapat teruraikan oleh berbagai bahan. Komponen kimia dari plastik adalah polimer , molekul dengan ikatan karbon rantai panjang, berarti plastik dapat terurai menjadi molekul yang lebih kecil. Proses penguraian tersebut berpotensi menghasilkan limbah yang beracun dan berbahaya, salah satu contoh sederhananya ialah mikroplastik.
Artinya, ketika plastik dibuang ke alam, maka dapat terurai kemudian bereaksi dengan berbagai molekul kimia yang ada di lingkungan. Tidak adanya kontrol atas reaksi yang terjadi memungkinkan terbentuknya molekul yang berdampak buruk bagi lingkungan.
Kesimpulan
Terakhir, kesadaran masyarakat mengenai daur ulang plastik masih terbilang rendah. Hanya sekitar 30% plastik yang berhasil di daur ulang.
Dari sekian pertimbangan ini, maka limbah plastik memiliki potensi yang lebih berbahaya bagi lingkungan.
Apakah ini artinya secara keseluruhan, plastik lebih berbahaya bagi lingkungan?
Yap! Awalnya saya berfikir seperti itu juga, ternyata itu kurang tepat.
Jika kita memperhitungkan massa dari botol kemasan kaca yang angkanya mencapai 40 kali kemasan plastik, maka energi yang digunakan untuk transportasi botol kemasan tersebut akan memproduksi CO2 yang jauh lebih banyak dari keseluruhan proses produksi plastik!