Alasan Qunut Subuh Tidak Dibaca Keras Semua – Doa Qunut adalah doa yang dibaca dalam beberapa rangkaian shalat sebagai bentuk permohonan dan pujian kepada Allah SWT. Membaca doa qunut adalah salah satu praktik yang dianjurkan dalam shalat. Qunut biasanya dibaca pada rakaat kedua setelah selesai membaca tahmid ketika I’tidal (berdiri tegak kembali setelah ruku’) dan sebelum ruku dengan kedua tangan diangkat.
Imam Syafi’i menganjurkan membaca qunut dalam shalat Subuh. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama ahli hadits. Ada beberapa hadits yang mendasari argumentasi Imam Syafi’i dan para pengikutnya dalam menganjurkan pembacaan qunut saat shalat Subuh.
“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah Saw membaca qunut dalam shalat Subuh?” Beliau menjawab: “Ya, setelah ruku’ sebentar.” (HR Muslim, Hadits nomor 1578).
Baca juga: Sisi Tersembunyi Rasulullah yang Jarang Diketahui
Kemudian dalam riwayat lain:
Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah Saw terus membaca qunut dalam shalat Fajar (Subuh) sampai meninggalkan dunia.” (HR. Ahmad: III/162, HR. Ad-Daraquthni: II/39, HR. al-Baihaqi: II/201 dan lain-lain dengan sanad yang shahih).
Bacaan Do’a Qunut
Dua hadits di atas juga dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab [3/504]. Imam Nawawi berkata, “Hadits tersebut shahih, diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih. Di antara memastikan keshahihannya adalah Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.”
Berikut bacaan doa qunut shalat Subuh:
Allahummahdini fî man hadait, wa ‘âfini fî man ‘âfait, wa tawallanî fî man tawallait, wa bâriklî fî mâ a‘thait, wa qinî syarra mâ qadhait, fa innaka taqdhî wa lâ yuqdhâ ‘alaik, wa innahû lâ yazillu man wâlait, wa lâ ya‘izzu man ‘âdait, tabârakta rabbanâ wa ta‘âlait, fa lakal hamdu a’lâ mâ qadhait, wa astagfiruka wa atûbu ilaik, wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ âlihi wa shahbihi wa sallam
Arti Do’a Qunut
Artinya: “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kami sebagaimana mereka yang telah Engkau tunjukkan. Dan berilah kesehatan kepada kami sebagaimana mereka yang Engkau telah berikan kesehatan. Dan peliharalah kami sebagaimana orang yang telah Engkau peliharakan. Dan berilah keberkahan kepada kami pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan. Dan selamatkan kami dari bahaya kejahatan yang Engkau telah tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum dan bukan terkena hukum. Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin. Dan tidak mulia orang yang Engkau memusuhinya. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha tinggi Engkau. Maha bagi Engkau segala pujian di atas yang Engkau hukumkan. Aku memohon ampun dari Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau. (Dan semoga Allah) mencurahkan rahmat dan sejahtera untuk junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.”
Alasan Qunut Subuh Tidak Dibaca Keras Semua
Berikut adalah parafrase dari setiap kalimat:
Doa Qunut diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Qunut adalah doa yang dibaca sebentar ketika berdiri (qiyam) dalam shalat. Membaca Qunut bukanlah sesuatu yang baru atau bid’ah, tetapi merupakan ajaran langsung dari Rasulullah SAW.
Terkait pembacaan Jahr (keras) atau Sirr (pelan) dalam Qunut, para Imam Madzhab memiliki ijtihad masing-masing.
Menurut ijtihad Imam madzhab Syafi’i, membaca Qunut tidak harus dilakukan dengan Jahr (keras) sepenuhnya, melainkan ada bagian-bagian yang dibaca dengan Sirr (pelan), karena isinya adalah pujian kepada Allah, bukan doa permintaan. Oleh karena itu, makmum tidak diminta mengaminkannya, tetapi dianjurkan ikut membacanya secara pelan untuk memuji Allah bersama-sama.
Berbeda dengan Madzhab Imam Maliki yang berijtihad bahwa Qunut dibaca dengan Jahr (keras).
Jadi, jika ada imam shalat yang membaca Qunut secara Jahr sepenuhnya, seperti dalam shalat Tarawih di Masjidil Haram atau di Masjid Nabawi, hal tersebut tidak masalah dan diperbolehkan, karena ada pendapat yang membolehkan hal tersebut, yaitu dari Madzhab Imam Maliki.